22.3 C
Kediri
Sunday, May 28, 2023

Pawai Ogoh-Ogoh di Kediri Raya untuk Bakar Energi Negatif

KEDIRI, JP Radar Kediri– Perayaan Tawur Agung Kesanga yang berlangsung sehari menjelang Hari Raya Nyepi berlangsung semarak. Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan yang juga diwarnai pawai ogoh-ogoh ini lebih massif.

Di Kabupaten Kediri misalnya, arak-arakan ogoh-ogoh berlangsung di 17 desa. Tak seperti 2019-pelaksanaan terakhir pawai ogoh-ogoh karena terhadang masa pandemi Covid-19, Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tak memusatkan pawai di Perempatan Garuda Pare.

“Pengerupukan (pengarakan, Red) memang dilaksanakan di desa masing-masing. Kalau disambung semuanya sama seperti di perempatan,” kata Ketua Panitia Nyepi Desa Tanon, Kecamatan Papar Hery Prasetyo. Dua ogoh-ogoh raksasa dibawa dari Pura Aji Jayabaya ke perempatan Desa Tanon.

Menurut Hery, penyebaran lokasi pawai ogoh-ogoh di desa-desa membuat suasana lebih meriah. Juga bisa lebih fokus. Sebelum dibawa berkeliling, Romo Mangku Sabeno melakukan ritual untuk melakukan pensucian material.  Termasuk di perempatan desa juga digelar upacara mecaru.

Di Desa Ringinsari, Kecamatan Kandat tiga ogoh-ogoh diarak dari Pura Sari Dwija Dharma. Ratusan warga menyaksikan pawai ini.

Edi Wiyono, ketua PHDI Kecamatan Kandat mengatakan, setidaknya 250 warga yang terlibat dalam pawai. Terdiri dari 38 kepala keluarga (KK) yang tergabung sebagai pengempon (pengelola) pura. “Yang sudah pindah ke luar kota pulang lagi hari ini, khusus untuk acara ini,” kata Edi.

“Ogoh-ogoh ini digambarkan sebagai buta kala, simbol sifat buruk dalam diri manusia yang mengganggu kehidupan,” ujar Ketua Pelaksana Dwi Erik Agus Cahyono.

Baca Juga :  Alva Roji Biayai Sekolah dari Job Menari Cucuk Lampah

Camat Kandat Edhi Purwanto menanggapi dengan antusias kegiatan hari itu. Sebab, bisa menjadi sarana perwujudan toleransi serta kerukunan beragama. “Saya harap tidak ada lagi penistaan agama, permusuhan antarperguruan silat, dan perseteruan antarkelompok. Yang ada hanya Kandat ini tanggung jawab kita bersama. Termasuk kita dan umat Hindu di Desa Ringinsari ini,” tuturnya, yang menghadiri acara itu bersama Kapolsek Kandat Iptu Rudy Widianto serta Koramil Kandat.

Di Desa Bedali, Kecamatan Ngancar, warga berkumpul di Pura Satya Dharma. Diawali dengan persembahyangan, ritual tawur kesanga berlangsung  mulai pukul 18.00. Dilanjutkan pawai ogoh-ogoh pukul 20.00.

“Biasanya selesai pembakaran tengah malam. Menunggu semua terbakar,” terang Gundiani, 39, ketua PHDI Bedali.

Siang sebelumnya, seluruh masyarakat antusias mempersiapkan kegiatan itu. Tak pandang agama, semuanya membantu untuk memeriahkan upacara sakral Hindu. Sebelum dimulainya penyepian umat Hindu pada hari ini.

“Semuanya membantu, yang bikin ogoh-ogoh juga campur, gak Hindu saja, semua mau ikut,” jelas Sigit Irawan, 42, ketua Parisade Kecamatan Ngancar.

Bahkan, untuk memeriahkan acara tersebut. Saat jalanan dilewati rombongan kirab, masyarakat berantusias memadamkan lampu. Gunanya agar ogoh-ogoh yang diberi lampu terlihat menyala indah.

Sementara itu, perayaan menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 juga berlangsung di Kota Kediri. Ratusan orang mengikuti kirab ogoh-ogoh dimulai dari Bundaran Sekartaji menuju Pura Penataran Kilisuci di Klotok, Mojoroto.

Selain pawai ogoh-ogoh, ada juga kelompok seni pecut dan barongsai. Dari perayaan kemarin, para pemuda PHDI Kota Kediri hanya membuat satu raksasa untuk ogoh-ogoh. Satu sosok raksasa bertangan empat.

Baca Juga :  Pemkab dan DPRD Nganjuk Jalin Sinergi untuk Bangkit dan Melesat

Sebelum pawai, umat Hindu terlebih dahulu sembahyang Tawur Agung Kesanga. “Sebagai ungkapan terima kasih kepada bumi. Karena itu kami menyatukan dan menyinergikan kembali alam dan seisinya,” kata Ketua PHDI Kota Kediri Ni Made Susilawati.

Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar hadir dalam acara itu. Dalam sambutannya sebelum pawai dia berharap Kota Kediri tetap mempertahankan suasana toleransi yang tinggi antarumat beragama. “Perayaan nyepi tahun ini kali pertama setelah tiga tahun pandemi, seperti yang dikatakan Bu Made, ke depan ini harus jadi ikon wisata di Kota Kediri, insya Allah semoga tahun depan bisa terwujud,” tuturnya.

Setelah kurang lebih 3,5 kilometer mereka langsung melakukan pembakaran ogoh-ogoh di halaman Pura Penataran Kilisuci, Klotok, Mojoroto. “Saat dibakar ada doa yang diucapkan, intinya agar energi negatif itu berganti menjadi positif,” imbuh Made.

Pawai ogoh-ogoh seakan menjadi magnet bagi warga setempat. Pasalnya tidak sedikit warga yang turut menyaksikan ritual tersebut meskipun bukan umat Hindu.

 

 

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Kediri, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Kediri”. Caranya klik link join telegramradarkediri. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.

 






Reporter: rekian





Reporter: Ilmidza Amalia Nadzira

KEDIRI, JP Radar Kediri– Perayaan Tawur Agung Kesanga yang berlangsung sehari menjelang Hari Raya Nyepi berlangsung semarak. Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan yang juga diwarnai pawai ogoh-ogoh ini lebih massif.

Di Kabupaten Kediri misalnya, arak-arakan ogoh-ogoh berlangsung di 17 desa. Tak seperti 2019-pelaksanaan terakhir pawai ogoh-ogoh karena terhadang masa pandemi Covid-19, Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tak memusatkan pawai di Perempatan Garuda Pare.

“Pengerupukan (pengarakan, Red) memang dilaksanakan di desa masing-masing. Kalau disambung semuanya sama seperti di perempatan,” kata Ketua Panitia Nyepi Desa Tanon, Kecamatan Papar Hery Prasetyo. Dua ogoh-ogoh raksasa dibawa dari Pura Aji Jayabaya ke perempatan Desa Tanon.

Menurut Hery, penyebaran lokasi pawai ogoh-ogoh di desa-desa membuat suasana lebih meriah. Juga bisa lebih fokus. Sebelum dibawa berkeliling, Romo Mangku Sabeno melakukan ritual untuk melakukan pensucian material.  Termasuk di perempatan desa juga digelar upacara mecaru.

Di Desa Ringinsari, Kecamatan Kandat tiga ogoh-ogoh diarak dari Pura Sari Dwija Dharma. Ratusan warga menyaksikan pawai ini.

Edi Wiyono, ketua PHDI Kecamatan Kandat mengatakan, setidaknya 250 warga yang terlibat dalam pawai. Terdiri dari 38 kepala keluarga (KK) yang tergabung sebagai pengempon (pengelola) pura. “Yang sudah pindah ke luar kota pulang lagi hari ini, khusus untuk acara ini,” kata Edi.

“Ogoh-ogoh ini digambarkan sebagai buta kala, simbol sifat buruk dalam diri manusia yang mengganggu kehidupan,” ujar Ketua Pelaksana Dwi Erik Agus Cahyono.

Baca Juga :  Akhirnya Persik Kediri Liburkan Pemain

Camat Kandat Edhi Purwanto menanggapi dengan antusias kegiatan hari itu. Sebab, bisa menjadi sarana perwujudan toleransi serta kerukunan beragama. “Saya harap tidak ada lagi penistaan agama, permusuhan antarperguruan silat, dan perseteruan antarkelompok. Yang ada hanya Kandat ini tanggung jawab kita bersama. Termasuk kita dan umat Hindu di Desa Ringinsari ini,” tuturnya, yang menghadiri acara itu bersama Kapolsek Kandat Iptu Rudy Widianto serta Koramil Kandat.

Di Desa Bedali, Kecamatan Ngancar, warga berkumpul di Pura Satya Dharma. Diawali dengan persembahyangan, ritual tawur kesanga berlangsung  mulai pukul 18.00. Dilanjutkan pawai ogoh-ogoh pukul 20.00.

“Biasanya selesai pembakaran tengah malam. Menunggu semua terbakar,” terang Gundiani, 39, ketua PHDI Bedali.

Siang sebelumnya, seluruh masyarakat antusias mempersiapkan kegiatan itu. Tak pandang agama, semuanya membantu untuk memeriahkan upacara sakral Hindu. Sebelum dimulainya penyepian umat Hindu pada hari ini.

“Semuanya membantu, yang bikin ogoh-ogoh juga campur, gak Hindu saja, semua mau ikut,” jelas Sigit Irawan, 42, ketua Parisade Kecamatan Ngancar.

Bahkan, untuk memeriahkan acara tersebut. Saat jalanan dilewati rombongan kirab, masyarakat berantusias memadamkan lampu. Gunanya agar ogoh-ogoh yang diberi lampu terlihat menyala indah.

Sementara itu, perayaan menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 juga berlangsung di Kota Kediri. Ratusan orang mengikuti kirab ogoh-ogoh dimulai dari Bundaran Sekartaji menuju Pura Penataran Kilisuci di Klotok, Mojoroto.

Selain pawai ogoh-ogoh, ada juga kelompok seni pecut dan barongsai. Dari perayaan kemarin, para pemuda PHDI Kota Kediri hanya membuat satu raksasa untuk ogoh-ogoh. Satu sosok raksasa bertangan empat.

Baca Juga :  Polsek Banyakan Bubarkan Aktivitas Bangunkan Sahur Dengan Toa

Sebelum pawai, umat Hindu terlebih dahulu sembahyang Tawur Agung Kesanga. “Sebagai ungkapan terima kasih kepada bumi. Karena itu kami menyatukan dan menyinergikan kembali alam dan seisinya,” kata Ketua PHDI Kota Kediri Ni Made Susilawati.

Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar hadir dalam acara itu. Dalam sambutannya sebelum pawai dia berharap Kota Kediri tetap mempertahankan suasana toleransi yang tinggi antarumat beragama. “Perayaan nyepi tahun ini kali pertama setelah tiga tahun pandemi, seperti yang dikatakan Bu Made, ke depan ini harus jadi ikon wisata di Kota Kediri, insya Allah semoga tahun depan bisa terwujud,” tuturnya.

Setelah kurang lebih 3,5 kilometer mereka langsung melakukan pembakaran ogoh-ogoh di halaman Pura Penataran Kilisuci, Klotok, Mojoroto. “Saat dibakar ada doa yang diucapkan, intinya agar energi negatif itu berganti menjadi positif,” imbuh Made.

Pawai ogoh-ogoh seakan menjadi magnet bagi warga setempat. Pasalnya tidak sedikit warga yang turut menyaksikan ritual tersebut meskipun bukan umat Hindu.

 

 

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Kediri, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Kediri”. Caranya klik link join telegramradarkediri. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.

 






Reporter: rekian





Reporter: Ilmidza Amalia Nadzira

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/