Suparno mengeluh. Setiap musim tanam dia selalu kesulitan mencari pupuk. Apalagi, ketika kabar jatah pupuk subsidi dikurangi seperti sekarang ini.
Setiap kali memulai masa tanam, problem klasik bagi para petani adalah kesulitan mendapatkan pupuk yang bersubsidi. Jatah untuk kelompok tani (poktan) selalu tak mencukupi. Petani kian terjepit karena yang non-subsidi pun sulit didapat.
”Awal tanam padi kemarin sulit mencari pupuk. Saya harus beli di saudara yang masih punya. Karena beli di luar kecamatan tidak boleh,” keluh Ali Muhajir, petani asal Kelurahan Pesantren, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri.
Dia bisa sedikit bernapas lega seminggu terakhir. Pasokan pupuk bersubsidi tersedia. Meskipun tidak lengkap. Hanya urea, NPK, dan organik saja yang tersedia.
“Pupuk ZA tidak ada. Terpaksa beli yang non-subsidi. Harganya, dua kali lipat dibanding yang subsidi,” sambungnya.
Suparno, petani lain, menyebut kebijakan pengurangan jatah subsidi akan menyulitkan mereka. “Belum dikurangi saja sudah kurang, apalagi jatahnya dikurangi,” ucapnya.
Menurut petani asal Kelurahan Tosaren, Kecamatan Pesantren ini, pengurangan jatah pupuk menyulitkan mereka. Mencari pupuk semakin sulit. Belum lagi petani direpotkan dengan serangan hama. Inilah yang memicu mahalnya ongkos tanam kali ini. Karena masih ada soal pengairan yang harus menggunakan mesin pompa disel.
Mendapatkan pupuk subsidi sangat mengurangi biaya yang ditanggung petani. Harganya jauh lebih murah. Urea misalnya, dipatok Rp 95 ribu hingga Rp 100 ribu per sak isi 50 kilogram. Jauh lebih rendah bila dibanding nonsubsidi yang bisa lebih dari Rp 150 ribu per saknya.
Hal senada juga dikeluhkan oleh Supardi. Menurut petani asal Kelurahan Bujel, Mojoroto ini, sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi ibarat mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Hal itu membuat para petani lelah. Padahal, kondisi tanaman padi miliknya sudah berusia dua pekan sejak masa tanam. Sudah waktunya untuk melakukan pemupukan lagi.
“Sampai sekarang masih belum dipupuk karena belum dapat pupuk bersubsidi,” ungkapnya.
Kondisi kelangkaan pupuk ini sempat diwanti-wanti Komisi B DPRD Kota Kediri. Wakil rakyat itu mengingatkan pemerintah daerah, melalui dinas ketahanan pangan dan pertanian (DKPP) agar lebih serius. Terlebih sejak Pemerintah Pusat memangkas puluhan komoditas yang diperbolehkan menggunakan pupuk subsidi, dari 70 menjadi 9.
“Namanya pupuk bersubsidi itu kan by name by address. Sudah ada penerima dan jatahnya berapa,” beber Erita Dewi anggota Komisi B DPRD Kota Kediri.
Erita menilai, timbulnya permasalahan yang diderita petani, seperti kesulitan mencari pupuk, harganya yang melangit, dan sederet lainnya, mengindikasikan ada yang tidak beres. Bahkan patut diduga ada dugaan penyimpangan dalam penyaluran.
“Kalau semua mengikuti proses dan aturan secara benar, insyaallah tidak akan bermasalah. Justru kalau bermasalah, mengindikasikan ada penyimpangan,” tukas legislator itu.
Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Kediri, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Kediri”. Caranya klik link join telegramradarkediri. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.