KEDIRI, JP Radar Kediri– Psikolog IAIN Kediri mengukur kemampuan inteligensi calon peserta didik jalur inklusi. Sebanyak 50 siswa berkebutuhan khusus akan melewati tahap tes asesmen psikologi. Itu untuk menilai kemampuan mereka sekaligus memberi rekomendasi pendidikan selanjutnya.
Termasuk penilaian apakah siswa bisa melanjutkan proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur inklusi ke sekolah reguler negeri. Koordinator Tes Asesmen Psikologi PPDB Disdik Kota Kediri Hanis Ribut Makasara mengatakan, siswa akan melalui serangkaian tahap tes. Di antaranya tanya jawab untuk mengukur kemampuan interaksi, tes kecerdasan, grafis, serta coloured progressive matrices (CPM).
Tes bagi siswa berkebutuhan khusus ini dimulai kemarin hingga Rabu (31/5) depan. “Kita nanti akan lihat dulu, apakah anak bisa diajak berinteraksi. Tesnya berupa pertanyaan yang dijawab siswa,” terangnya.
Hanis menerangkan, tes akan dilakukan bertahap. Menyesuaikan kemampuan siswa. Sehingga tiap anak pasti memiliki pendekatan dan hasil berbeda. Tidak hanya tanya jawab dan tes tertulis, tapi juga observasi. Ada dua orang dalam satu tim yang ditugaskan melakukan asesmen. “Hasil observasi dan tes akan kita jadikan satu. Itu jadi bahan pertimbangan memberikan rekomendasi anak bisa masuk inklusi atau harus ke SLB (sekolah luar biasa),” jelas Dosen Psikologi IAIN Kediri itu.
Terkait standar rekomendasi, Hanis mengatakan, siswa yang bisa direkomendasikan melanjutkan pendidikan di sekolah inklusi adalah yang memiliki IQ di atas 70. Ketetapan itu didasarkan pada penilaian bahwa siswa cenderung masih bisa menangkap pembelajaran di sekolah reguler. “Itu nanti kategorinya masih lambat belajar. Jadi bisa kita rekomendasikan ke sekolah inklusi,” paparnya.
Hanis tak menampik kemungkinan siswa yang tidak memenuhi kategori sekolah inklusi yang ditetapkan. Dalam hal ini, siswa yang ber-IQ di bawah 70 atau kategori mampu didik, akan direkomendasikan ke sekolah luar biasa.
“Kami istilahnya ‘memotret’ kondisi siswa pada saat dites itu. Bentuknya berupa laporan penilaian. Nanti akan kita serahkan ke dinas pendidikan untuk dijadikan pertimbangan,” tambahnya.
Adapun Hanis tak menampik masih adanya orang tua yang memaksakan anaknya. Padahal,anak-anak memiliki kemampuan yang berbeda, meskipun ketunaannya sama. Untuk itu, penilaian psikologi perlu dilakukan dengan teliti dan hati-hati. Pun dengan siswa yang harus dalam kondisi fisik dan emosi yang baik selama tes berlangsung.
“Ada orang tua yang memang menginginkan anaknya sekolah di inklusi. Padahal berdasarkan hasil ‘pemotretan’, kemampuan anak kurang mendukung untuk itu. Kalau dipaksa, anak justru tidak bisa mengembangkan kemampuan yang sebenarnya bisa dikembangkan,” urai Hanis sekaligus menekankan, pihaknya tak hanya menjalankan tes dan melaporkan ke dinas pendidikan, melainkan juga memberikan pemahaman kepada orang tua siswa.
Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Kediri, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Kediri”. Caranya klik link join telegramradarkediri. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.