KABUPATEN, JP Radar Kediri-Pemerintah Daerah (Pemda) Kediri Raya harus bersiap melakukan efisiensi belanja pegawai. Pasalnya, persentase belanja untuk gaji para abdi negara masih mencapai 50 persen. Padahal, jika UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) diterapkan, alokasi belanja pegawai dibatasi hanya 30 persen.
Di Kabupaten Kediri, dengan anggaran belanja operasional yang tertera dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2022 sebesar Rp 2,129 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 1,184 triliun atau 55,6 persen digunakan untuk belanja pegawai. Kemudian, Rp 791,342 miliar untuk belanja barang dan jasa atau 37,16 persen. Sisanya untuk hibah dan bansos.
Hal yang tak jauh berbeda terjadi di Kota Kediri. Dengan anggaran belanja operasional Rp 1,366 triliun, belanja pegawai menyedot Rp 672,577 miliar atau 49,23 persen. Kemudian, belanja barang dan jasa Rp 615,647 miliar atau 45,06 persen. Sisanya digunakan untuk hibah dan bansos (selengkapnya lihat tabel).
Sesuai ketentuan dalam UU HKPD yang didok DPR RI akhir Desember tahun lalu, pemerintah pusat akan membatasi belanja pegawai pemerintah daerah sebesar 30 persen. Sedangkan belanja infrastruktur sebesar 40 persen. Kebijakan tersebut berlaku setelah masa transisi lima tahun.
Jika kebijakan tersebut diterapkan, berarti Pemkab Kediri masih harus melakukan efisiensi belanja pegawai sebesar 25,6 persen. Adapun Pemkot Kediri juga masih harus memangkas belanja pegawai hingga 19,23 persen.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Kediri Dede Sujana menjelaskan, tim Pemkab Kediri sudah mempelajari aturan tersebut. “Untuk pembahasan lebih lanjut (UU HKPD, Red) masih belum,” ujar Dede.
Lebih jauh Dede menjelaskan, proporsi belanja pegawai yang tinggi menjadi masalah seluruh pemerintah daerah di indonesia. Di Kabupaten Kediri, menurutnya hal tersebut terkait kondisi wilayah. Terkait belanja pegawai yang lebih dari separo belanja operasional, menurutnya mayoritas tersedot untuk gaji para guru. Persentasenya sekitar 80 persen.
Dikatakan Dede, dengan wilayah yang luas, gaji dan tunjangan guru memang menyedot anggaran yang besar. “Pendidikan ini merupakan pelayanan dasar untuk masyarakat, kalau dikurangi juga sulit. Ini (pendidikan, Red) urusan wajib,” lanjutnya.
Meski demikian, jika UU HKPD yang mengamanatkan untuk efisiensi belanja pegawai nanti berlaku, Dede menjelaskan pihaknya akan melakukan koordinasi teknis pelaksanaannya. Yakni, dengan menanyakan hal tersebut ke Pemprov Jatim dan pemerintah pusat.
Terpisah, Sekretaris Daerah Kota Kediri (Sekkota) Bagus Alit menuturkan, jika UU HKPD sudah diberlakukan otomatis Pemkot Kediri akan mengikutinya. Meski demikian, terkait persentase belanja pegawai yang masih di atas 30 persen, dia mengakui jika tahun ini pemkot belum melakukan penyesuaian. “Tahun ini belum diberlakukan. Nanti juga pasti ada masa transisi,” terangnya.
Apa saja langkah yang akan dilakukan Pemkot Kediri untuk efisiensi belanja pegawai? Bagus mengaku tidak mau berandai-andai. Meski demikian, menurutnya secara teori ada dua langkah yang bisa diambil pemerintah daerah. Yaitu, dengan mengurangi belanja pegawai atau meningkatkan pendapatan. Jika pendapatan daerah naik, otomatis alokasi belanja pegawai juga bisa dinaikkan.
Bagus menegaskan, setelah UU diundangkan, pemerintah pusat akan membuat peraturan pemerintah (PP). Demikian juga dengan perubahan PP lainnya yang terkait. “Peningkatan pendapatan nggak hanya dari PAD (pendapatan asli daerah, Red). DAU (dana alokasi umum dari pemerintah pusat, Red) dinaikkan ya selesai. Makanya saya belum bisa komentar,” papar Bagus sembari menyebut pemkot masih menunggu aturan turunannya. (ut)