- Advertisement -
NGANJUK, JP Radar Nganjuk- Sulitnya perusahaan di Kota Angin mendapatkan tenaga kerja lokal tidak hanya karena masalah kecilnya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Nganjuk. Saat sosialisasi UMK 2022 di Balai Latihan Kerja (BLK) Nganjuk, terungkap jika perusahaan kesulitan mendapatkan tenaga kerja karena mental pekerja belum terbentuk. Sehingga, setelah mengetahui tanggung jawab pekerja pabrik, banyak yang memilih untuk keluar kerja. “Mental kerjanya belum terbentuk. Pekerja lokal itu pikir kerja itu enak, mudah, dan menyenangkan tetapi setelah tahu tanggung jawab dan aturan mereka akhirnya memilih keluar,” terang Manajer Human Resources Development (HRD) PT Kharisma Baru Irfan Laksono Aji kemarin.
Irfan mengatakan, dunia kerja di pabrik itu membutuhkan tenaga, keseriusan, dan kerja keras. Mereka harus bekerja minimal 8 jam sehari. Jam istirahat dan libur ada aturannya. “Tidak seperti kerja di sinetron,” imbuhnya.
Selain itu, ada pula fenomena pekerja lokal yang sengaja coba-coba. Saat tahu beban kerja di pabrik lebih berat dari pitil brambang, akhirnya mereka enggan melanjutkan pekerjaannya di pabrik. “Ini yang menjadi persoalan perusahaan di Nganjuk,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesi (KSBSI) Kabupaten Nganjuk Kelik Widiwahyuno mengatakan, persoalan mental di pekerja lokal tersebut tidak boleh jadi alasan perusahaan mengupah mereka di bawah UMK yang telah ditetapkan. Karena itu adalah hak pekerja. Untuk UMK Kabupaten Nganjuk tahun 2022 adalah 1.970.006,41. “Pekerja lokal itu bisa diberi pelatihan agar mental pekerjanya terbentuk,” ujarnya.
Selain itu, kata Kelik, perusahaan juga tidak boleh melakukan pemuhutan hubungan kerja (PHK) seenaknya. Mekanisme harus diterapkan. Mulai dari peringatan lisan hingga surat peringatan (SP) terlebih dulu.
NGANJUK, JP Radar Nganjuk- Sulitnya perusahaan di Kota Angin mendapatkan tenaga kerja lokal tidak hanya karena masalah kecilnya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Nganjuk. Saat sosialisasi UMK 2022 di Balai Latihan Kerja (BLK) Nganjuk, terungkap jika perusahaan kesulitan mendapatkan tenaga kerja karena mental pekerja belum terbentuk. Sehingga, setelah mengetahui tanggung jawab pekerja pabrik, banyak yang memilih untuk keluar kerja. “Mental kerjanya belum terbentuk. Pekerja lokal itu pikir kerja itu enak, mudah, dan menyenangkan tetapi setelah tahu tanggung jawab dan aturan mereka akhirnya memilih keluar,” terang Manajer Human Resources Development (HRD) PT Kharisma Baru Irfan Laksono Aji kemarin.
Irfan mengatakan, dunia kerja di pabrik itu membutuhkan tenaga, keseriusan, dan kerja keras. Mereka harus bekerja minimal 8 jam sehari. Jam istirahat dan libur ada aturannya. “Tidak seperti kerja di sinetron,” imbuhnya.
Selain itu, ada pula fenomena pekerja lokal yang sengaja coba-coba. Saat tahu beban kerja di pabrik lebih berat dari pitil brambang, akhirnya mereka enggan melanjutkan pekerjaannya di pabrik. “Ini yang menjadi persoalan perusahaan di Nganjuk,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesi (KSBSI) Kabupaten Nganjuk Kelik Widiwahyuno mengatakan, persoalan mental di pekerja lokal tersebut tidak boleh jadi alasan perusahaan mengupah mereka di bawah UMK yang telah ditetapkan. Karena itu adalah hak pekerja. Untuk UMK Kabupaten Nganjuk tahun 2022 adalah 1.970.006,41. “Pekerja lokal itu bisa diberi pelatihan agar mental pekerjanya terbentuk,” ujarnya.
Selain itu, kata Kelik, perusahaan juga tidak boleh melakukan pemuhutan hubungan kerja (PHK) seenaknya. Mekanisme harus diterapkan. Mulai dari peringatan lisan hingga surat peringatan (SP) terlebih dulu.