Belum lama ini, media sosial (medsos) diramaikan perbincangan soal Warunk Upnormal yang disebut-sebut banyak yang sepi, bahkan di beberapa tempat malah tutup permanen. Perbincangan itu berawal dari cuitan akun Twitter @FOODFESS2 yang menanyakan pendapat para pengikutnya terkait pengalaman makan di Warunk Upnormal.
“Kalian pernah makan di warunk upnormal gak fess? Gimana nih menurut kalian??”. Cuitan ini dikutip pada Senin (6/2/2023) lalu. Dan cuitan ini disertai dengan tangkapan layar sebuah video di YouTube yang mempertanyakan kondisi Warunk Upnormal yang banyak tutup gerai.
Gara-gara cuitan ini lah, perbincangan di dunia maya tentang Warunk Upnormal semakin ramai. Komentar yang bersliweran pun beragam. Banyak yang berpendapat, sepinya Warunk Upnormal akibat menunya yang nggak di-update. Bahkan, dianggap ada beberapa menu yang sebelumnya ada, malah ditiadakan. Ada juga yang berpendapat, karena harga yang terlalu mahal.
Di beberapa daerah, Warunk Upnormal memang tutup. Ada yang di Gresik, Bogor, Mojokerto, Makassar, Purwokerto, Cirebon, dan beberapa lokasi di Jakarta Pusat. Yang tutup lainnya juga ada di Lampung, Jambi, Semarang, Banjarmasin, Pekanbaru, Tegal, hingga Sumenep.
Warunk Upnormal adalah salah satu gerai makanan milik PT Cita Rasa Prima Indonesia Berjaya (CRP Group), yang berdiri sejak 2014. Gerai pertama ada di Bandung. Dan selanjutnya punya puluhan cabang di berbagai kota dan pulau di Indonesia. Kafe ini sempat menyabet berbagai penghargaan. Di antaranya: The Best Coffee Shops ini Jakarta tahun 2019; Franchise Top of Mind 2017; dan 25 Top Rising Star Brand 2018.
Selain Warunk Upnormal, CRP Group punya brand lainnya, seperti: Bakso Boedjangan, Nasi Goreng Rempah Mafia, serta Sambal Khas Karmila.
Apa yang dialami oleh Warunk Upnormal, semakin menunjukkan kepada kita betapa tidak mudahnya mengelola bisnis kuliner. Kita mungkin masih belum lupa, sekitar tahun 2017, banyak artis yang berlomba-lomba membuka bisnis kuliner. Mulai dari bikin kue, geprek, hingga restoran. Tapi, satu per satu banyak yang tutup.
Sebuah survey yang pernah dilakukan oleh Foodizz.id, sebuah platform edukasi secara online tentang bisnis kuliner, menyebutkan bahwa 90 persen bisnis kuliner cenderung gagal.
Menurut Foodizz, dari pengalamannya berinteraksi dengan para pelaku bisnis kuliner, setidaknya ada empat kesalahan yang menyebabkan banyaknya bisnis kuliner gagal. Pertama, manajemen keuangan yang buruk. Banyak pebisnis kuliner, khususnya para pelaku baru, yang tidak menguasai betul masalah keuangan. Misalnya, ketidakjelian dalam mengontrol harga produksi. Kedua, lemah dalam mengontrol operasional. Padahal, operasional itu sama pentingnya dengan keuangan. Lemahnya kontrol operasional, sangat berdampak besar terhadap mutu produk dan efisiensi biaya.
Ketiga, kesalahan dalam mengantisipasi kompetitor. Ini adalah ancaman utama di setiap bisnis. Ketika sebuah bisnis kuliner merasa “outstanding” dibandingkan dengan competitor lain, ini yang sering membuat terlena. Keempat, kurang pengetahuan dan pengalaman dalam bisnis kuliner. Pengetahuan dan pengalaman adalah hal paling esensial yang harus dikuasai oleh seseorang sebelum mendirikan bisnisnya. Tanpa dua hal ini, pasti akan kewalahan dalam menghadapi berbagai permasalahan yang bermunculan sepanjang bisnis berjalan.
Lantas, apa yang terjadi pada Warunk Upnormal? Saya sedang tidak mencoba menduga-duga mengapa gerai-gerai Warunk Upnormal banyak yang tutup.
Tapi yang jelas, dalam marketing, kata Philip Kotler, customer itu selalu memperhatikan tiga hal: kualitas, pelayanan, dan nilai. Khusus untuk nilai, dipengaruhi oleh harga dan manfaat. Jadi, ketika sebuah bisnis mulai banyak kehilangan customer, bisa ditelusuri dan bisa dilacak dari tiga hal tersebut.
Bagi Anda yang pernah atau sering ke Warunk Upnormal, dari tiga hal itu, mana kira-kira yang harus dibenahi? (kritik dan saran:ibnuisrofam@gmail.com/IG:kum_jp)