23.6 C
Kediri
Wednesday, June 7, 2023

Pedagang Kurangi Kulakan, Pembeli Cari Lauk Lain

Sementara itu, tingginya harga telur ayam membuat pedagang harus menyesuaikan dengan kemampuan modal masing-masing. Karena dengan harga tinggi ini mereka terpaksa mengeluarkan uang yang lebih banyak dibanding biasanya untuk kulakan. Alhasil, beberapa pedagang memilih mengurangi kulakan.

Seperti halnya Sumiati, 55, salah seorang pedagang telur eceran asal Kelurahan Warujayeng, Tanjunganom. Ia mengaku harus mengurangi kulakan lantaran harga telur yang terus melambung. “Biasanya kulakan 10 kilogram-15 kilogram. Sekarang paling 5 kilogram-6 kilogram,” ujarnya.

Sumiati mengaku tidak berani kulakan banyak tidak hanya disebabkan modal yang pas-pasan. Namun juga pembeli di tempatnya juga cenderung untuk berhemat untuk mengonsumsi telur. “Yang beli juga mikir-mikir sekarang,” imbuh Sumiati.

Baca Juga :  Tertimpa Pohon Tumbang, Satu Nyawa Melayang
BIKIN BINGUNG PEDAGANG: Penjual telur di Nganjuk terpaksa mengurangi kulakan karena harga mahal.

Sebenarnya, kenaikan harga telur itu membuat pedagang mulai di tingkat pengecer hingga grosir kebingungan. Harga kulakan telur dari peternak juga naik. Di tingkat peternak, harga telur sudah menembus Rp 28 ribu per kilogram. Padahal, sebelumnya harga telur hanya sekitar Rp 17 ribu per kilogram. “Modal kulakan hampir jadi dua kali lipat,” sambung Wasis, 30, salah seorang pedagang grosir telur ayam.

Selain itu, penjualan telur juga mengalami penurunan. Jika sebelumnya, Wasis bisa menjual 2 kuintal telur ayam, kemarin, hanya sekitar satu kuintal. Ia mengamini bahwa hal ini terjadi karena banyak pengecer telur yang memilih untuk mengurangi kulakan.

Sementara itu, Ekky Sahara, 28, warga Kertosono memilih untuk tidak membeli telur untuk lauk. Karena harga telur ayam terlalu mahal. “Mending pilih lauk lain, seperti tempe atau ikan laut saja. Lebih murah,” ujarnya.

Baca Juga :  Peresmian Bendungan Semantok Terancam Molor





Reporter: Andhika Attar Anindita

Sementara itu, tingginya harga telur ayam membuat pedagang harus menyesuaikan dengan kemampuan modal masing-masing. Karena dengan harga tinggi ini mereka terpaksa mengeluarkan uang yang lebih banyak dibanding biasanya untuk kulakan. Alhasil, beberapa pedagang memilih mengurangi kulakan.

Seperti halnya Sumiati, 55, salah seorang pedagang telur eceran asal Kelurahan Warujayeng, Tanjunganom. Ia mengaku harus mengurangi kulakan lantaran harga telur yang terus melambung. “Biasanya kulakan 10 kilogram-15 kilogram. Sekarang paling 5 kilogram-6 kilogram,” ujarnya.

Sumiati mengaku tidak berani kulakan banyak tidak hanya disebabkan modal yang pas-pasan. Namun juga pembeli di tempatnya juga cenderung untuk berhemat untuk mengonsumsi telur. “Yang beli juga mikir-mikir sekarang,” imbuh Sumiati.

Baca Juga :  Tugu Asmaul Husna Kurang Lima Nama
BIKIN BINGUNG PEDAGANG: Penjual telur di Nganjuk terpaksa mengurangi kulakan karena harga mahal.

Sebenarnya, kenaikan harga telur itu membuat pedagang mulai di tingkat pengecer hingga grosir kebingungan. Harga kulakan telur dari peternak juga naik. Di tingkat peternak, harga telur sudah menembus Rp 28 ribu per kilogram. Padahal, sebelumnya harga telur hanya sekitar Rp 17 ribu per kilogram. “Modal kulakan hampir jadi dua kali lipat,” sambung Wasis, 30, salah seorang pedagang grosir telur ayam.

Selain itu, penjualan telur juga mengalami penurunan. Jika sebelumnya, Wasis bisa menjual 2 kuintal telur ayam, kemarin, hanya sekitar satu kuintal. Ia mengamini bahwa hal ini terjadi karena banyak pengecer telur yang memilih untuk mengurangi kulakan.

Sementara itu, Ekky Sahara, 28, warga Kertosono memilih untuk tidak membeli telur untuk lauk. Karena harga telur ayam terlalu mahal. “Mending pilih lauk lain, seperti tempe atau ikan laut saja. Lebih murah,” ujarnya.

Baca Juga :  Tangkap Penjual Angkringan Nakal





Reporter: Andhika Attar Anindita

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/