“Dalam hitungan jari, iring-iringan pasukan gabungan Mulasagara dan Mula Marggabhaya bergerak cepat laksana kawanan hewan buas memburu mangsa”
Saat matahari sudah naik, terlihat iring-iringan pasukan berkuda dan prajurit pejalan kaki berjumlah enam puluh orang bergerak cepat dari arah tenggara memasuki kota Tuban.
Melihat kibaran panji-panji dan bendera tampak bahwa iring-iringan sepuluh kuda diikuti limapuluh pasukan pejalan kaki itu adalah prajurit Mula Marggabhaya, yang dipimpin Rakryan Panji Samara sendiri.
Sewaktu jarak iring-iringan itu sudah sekitar tigararus dpa, seorang prajurit Mulasagara melompat menghadang sambil berseru,”Berhenti-berhenti!”
Para penunggang kuda dan prajurit pejalan kaki berhenti. Seorang penunggang kuda menggenggam busur besar dengan wajah keras diliputi amarah berteriak,”Siapakah engkau ini, Ki Sanak, berani menghentikan kami?”
“Dia anak buahku, wahai saudaraku,” seru Pu Genthak menghambur dari semak-semak yang tumbuh berderet sepanjang kanan dan kiri jalan.
“O rakanda Juru Mulasagara,” sergah Panji Samara senang.
“Mohon rayinda berkenan untuk tidak memasuki pelabuhan!”
“Ada kejadian apakah di Tuban wahai rakanda, saya lihat api menjilat-jilat dengan gumpalan asap hitam memenuhi kota,” kata Rakryan Juru Mula Marggabhaya.
“Bala pasukan pemberontak dipimpin Ra Kuti, sedang menebar kebinasaan!”
“Ra Semi?”
“Ya. Tigaribu lebih jumlah mereka.”
“Kita harus menghabisi mereka meski kita kalah jumlah.”
“Rayinda Mula Marggabhaya, kita bergabung. Kita pakai siasat untuk memancing mereka agar menyerang pertahanan kita,” kata Juru Mulasagara Pu Genthak ,”Bala prajurit saya tinggal tigapuluh orang. Tapi dengan siasat, saya yakin bisa mengalahkan mereka.”
“Kami siaga bergabung, rakanda Juru Mulasagara.”
Seorang prajurit Mula Marggabhaya melompat turun dari kuda tunggangannya, menuntun kudanya agar dinaiki Sang Juru Mulasagara Pu Genthak.
Dalam hitungan jari, iring-iringan pasukan gabungan Mulasagara dan Mula Marggabhaya bergerak cepat laksana kawanan hewan buas memburu mangsa. Semua penunggang kuda sudah merentangkan busur yang sudah dipasangi anak panah.
Sewaktu melewati gerbang timur kota, sekumpulan perusuh yang sedang beristirahat tidak jauh dari rumah yang terbakar, menjadi sasaran utama pasukan gabungan yang menghamburkan anak panahnya dengan telak ke sasaran. Dalam waktu singkat, mayat para perusuh bergelimpangan dengan tubuh terpanggang anak panah. (bersambung)