“Rakryan Wreddha Menteri Arya Patipati Pu Kapat tidak percaya begitu saja kabar yang disampaikan prajurit yang mengaku utusan Mahpatih Dyah Halayudha”
Sementara di perairan Tuban, dalam keremangan kabut dan tumpahan hujan, samar-samar tampak bayangan dua perahu besar Pepentolan yang masing-masing padat dimuati prajurit.
Di bayangan perahu Pepentolan yang terdepan, samar-samar terlihat gagah bayangan Pu Aditya, sepupu maharaja yang masyhur kesaktian dan kedigdayaannya. Dia duduk di anjungan dengan tangan bersedekap dan mata memandang lurus ke depan seolah menembus keremangan kabut yang meliputi permukaan air
Ketika iring-iringan bala prajurit Wilwatikta baru bergerak meninggalkan Tuban di bawah rinai gerimis dalam liputan kabut, tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak tersangka-sangka. Seorang prajurit berkuda dari kutaraja dengan wajah tegang dan nafas memburu membalap hingga ke samping iring-iringan.
Setelah meloncat turun dari kuda tunggangannya, prajurit itu melesat ke arah gajah yang ditunggangi Rakryan Rangga Wilwatikta Pu Jalu dan Rakryan Wreddha Menteri Arya Patipati Pu Kapat yang berdampingan.
Dengan bersujud dan kemudian menundukkan kepala hingga menempel tanah, prajurit itu dengan suara terbata-bata menjelaskan nama dan asal kesatuannya, lalu mengaku bahwa ia adalah utusan Yang Mulia Mahpatih Wilwatikta Dyah Halayudha.
Ia diperintahkan untuk menyampaikan kabar bahwa Kutaraja Wilwatikta sedang diintai beribu-ribu prajurit tanpa pataka, tanpa bendera, tanpa panji-panji, dan tanpa umbul-umbul.
Rakryan Rangga Wilwatikta Pu Jalu memandang Wreddha Menteri Arya Patipati Pu Kapat seperti minta pertimbangan. Rakryan Wreddha Menteri Arya Patipati Pu Kapat, adalah seorang pejabat senior yang sudah kenyang merasakan pahit dan getirnya kehidupan sebagai abdi kerajaan. Itu sebabnya, ia tidak mempercayai begitu saja kabar yang disampaikan oleh prajurit yang mengaku utusan Mahpatih Dyah Halayudha tersebut.
Tanpa menunggu persetujuan Rakryan Rangga Wilwatikta Pu Jalu, Rakryan Wreddha Menteri Arya Patipati Pu Kapat melompat turun dari punggung gajah tunggangannya. Dengan pandangan curiga ia memandang prajurit pembawa berita itu sambil bertanya,”Wahai prajurit perkasa, apakah engkau mengetahui dengan penglihatanmu sendiri bahwa kutaraja diintai oleh beribu-ribu prajurit tanpa identitas apa pun?”
“Ampun seribu ampun Yang Mulia,” sahut prajurit pembawa berita it uterus menyembah,”Hamba hanya menyampaikan titah Yang Mulia Rakryan Mahpatih Wilwatikta. Hamba tidak tahu apa-apa.” (bersambung)