Kristika, psikolog di RSUD Gambiran Kota Kediri, mengatakan bahwa usia remaja adalah masa-masa pencarian jati diri. Bila dia menunjukkan eksistensi diri dalam hal positif tentu tak bermasalah. Sayangnya, tidak semua remaja punya kesempatan yang sama bagusnya dalam hal aktualisasi diri.
Ada remaja yang justru terjerumus dalam tindakan-tindakan negatif. Rata-rata, remaja yang seperti ini berasal dari lingkungan keluarga yang kontrolnya kurang kuat.
“Keluarga juga, mungkin, kurang kontrol. Kunci motor tidak dijaga. Anak keluar juga tidak diingatkan,” terangnya menganalisa.
Dia mengakui, memiliki anak usia remaja memiliki tantangan tersendiri. Sangat sulit mengontrol mereka di tengah era kebebasan komunikasi dan pergaulan seperti sekarang.
“Di sisi lain, kontrol masyarakatnya yang kurang kuat terhadap hal-hal seperti balap liar,” tambahnya.
Ketika berhasil keluar rumah dan melakukan balap liar, remaja merasa bangga karena melakukannya. Pengaruhnya macam-macam. Salah satunya karena tidak ada tempat lain yang membuatnya merasa diakui.
“Memang tidak bisa dilihat satu sisi. Banyak sisi yang harus kita lihat. Misalnya cuma ditangkap motornya atau dikasih hukuman 1-2 hari, itu juga tidak menyelesaikan masalah,” lanjutnya.
Pendidikan karakter yang diberikan di sekolah pun nyatanya belum mampu menghentikan hal-hal negative itu. Kristika menyebut, pendidikan karakter yang diajarkan itu harus dilihat kembali bentuknya. Misal, berupa pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, atau budi pekerti.
Penyampaian pendidikan karakter ini dianggap sepele oleh mereka. Karena itu, mengubah perilaku para remaja ini tak bisa hanya sekadar menasihati. Sebab akan berakhir sebagai hafalan saja. Tak dilakukan secara maksimal di kehidupan nyata.
“Ketika wadah agar remaja bisa diakui itu tidak didapatkan dengan maksimal, manifestasinya bisa macam-macam. Bisa narkoba, berkelahi, tawuran, balapan liar. Intinya itu, mereka ingin diakui saja,” terangnya.
Upaya preventif dianggap bisa menyelesaikan masalah. Sedangkan bila hanya sekadar tindakan setelah kejadian, kemungkinan bisa terulang lagi. Ketika kendaraan yang disita diambil orang tua pelaku, terbuka kemungkinan dia akan kembali melakukan balapan liar.
Menyikapi soal balap liar, Kasatlantas Polres Kediri Kota AKP Pandri Putra Simbolon mengatakan telah melakukan penindakan. Selama Ramadan ini, pihaknya telah mengamankan 33 kendaraan. Yang akan dilanjutkan dengan proses sidang tilang kepada pelaku.
Pandri menegaskan, polisi tetap akan menindak tegas kepada mereka yang melakukan balap liar. Kendaraan yang dipakai otomatis akan ditilang. Kemudian untuk mengambil kendaraannya, orang tua yang bersangkutan yang harus mengambil. Sebab, kebanyakan pelaku masih di bawah umur.
“Apabila kendaraan tidak sesuai spesifikasi, kami minta untuk dikembalikan sesuai dengan standarnya kendaraan roda 2,” terang perwira asal Medan itu.
Pandri mengakui, balap liar seperti ini menjadi kian sering saat Ramadan. Polisi pun berulang kali memberikan imbauan. Karena selain mengganggu lalu lintas dan membahayakan diri sendiri, aksi balap liar juga mengganggu kekhusyukan muslim dalam menjalankan ibadah Ramadan.
Untungnya, selama Ramadan ini belum terjadi kecelakaan. Namun, upaya preventif tetap mereka lakukan. Termasuk melaksanakan patroli pada waktu-waktu tertentu.
“Judi (yang mengiringi) balap liar juga sedang kami lakukan penyelidikan. Apabila kami temukan, pasti akan kami tindak menurut ketentuan yang berlaku,” tegasnya. (ica/fud)