23.6 C
Kediri
Wednesday, June 7, 2023

Sudrun Nggeblak, Bojone Njaluk Pegat

Tak ada angin tak ada hujan. Tapi bagi Sudrun, kepalanya seperti tersambar petir.

Hatinya pun hancur berkeping-keping. Sembari mulutnya menggumamkan syair lagu lawas….’hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya…’

Mengapa Sudrun bisa senestapa itu? “Nggeblak aku. Bojoku mara-mara njaluk pegat,” akunya sambil tangannya menggenggam selembar kertas panggilan bersidang di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri.

Wajar bila warga Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri ini kebingungan. Selama ini biduk rumah tangganya dengan Mbok Ndewor seperti tak ada masalah. Semuanya serba harmonis. Mbok Ndewor pun selalu bersikap manis.

Tiba-tiba, di tengah ketenangan rumah tangganya, petir itu datang di siang bolong. Enam bulan lalu si istri minta cerai. Tapi, tidak langsung mengatakan ke Sudrun. Melainkan mengirim surat gugatan cerai ke pengadilan agama.

“Tiba-tiba datang panggilan sidang untuk putusan cerai. Aku iki salah apa?” ucapnya bertanya-tanya.

Baca Juga :  Bersaksi, Mantan Dewan Banyak Lupa

Sudrun dan Mbok Ndewor sudah mengarungi bahtera hidup selama delapan tahun. Selama itu tak ada pertengkaran yang berarti. Kalau cekcok dan selisih paham saja dianggap wajar sebagai suami istri.

Memang, di tiga tahun awal pernikahannya, Mbok Ndewor sempat mengeluh. Tapi penyebabnya bukan soal sikap Sudrun sebagai suami. Lebih dari kekhawatiran karena tiga tahun pertama itu mereka belum dikaruniai momongan.

Keluhan Mbok Ndewor itu terobati di tahun berikutnya. Dia dikaruniai momongan. Tak tanggung-tanggung, langsung kembar dua. Ini yang membuat hati Sudrun juga mongkok, sangat bangga campur girang.

“Mangkane iku, kok mara-mara ana surat panggilan sidang nang omah. Padahal, sakdurunge gak ada apa-apa,” keluh Sudrun.

Ya, selama ini Mbok Ndewor seperti merahasiakan gugatan cerainya. Ketika membuat gugatan dan melayangkannya ke pengadilan, Mbok Ndewor juga tak memberitahu suaminya terlebih dulu.

Panggilan agar Sudrun mendatangi pengadilan juga tak nyampek. Setiap kali surat itu datang, Mbok Ndewor memilih menyembunyikan. Memang, walaupun dia menggugat cerai Mbok Ndewor masih memilih satu rumah dengan suaminya itu.

Baca Juga :  Terserempet Bus di Blabak, Pelajar MTs Meninggal di TKP

Tak hanya surat panggilan menghadiri sidang pertama saja yang disembunyikan Mbok Ndewor. Panggilan sidang yang berikutnya pun juga sama. Disembunyikan sebelum ketahuan Sudrun.

Sudrun baru tahu bila ada sidang perceraiannya ketika datang surat panggilan kesekian kalinya. “Jarene pas surate teka mesti didelikna. Konangane pas wes meh terakhir,” ucap Sudrun bersungut-sungut.

Ironisnya, saat itu sidang sudah hampir memasuki masa putusan. Dia yang tak tahu apa-apa hanya bisa tercengang ketika hakim mengetok palu tanda menyetujui gugatan istrinya.

“Wong yo wes duwe anak loro, masa kok gak mikir nasibe anak-anak besok piye,”gerutu Sudrun yang memutuskan naik banding pada putusan hakim. (ica/fud)

 

Tak ada angin tak ada hujan. Tapi bagi Sudrun, kepalanya seperti tersambar petir.

Hatinya pun hancur berkeping-keping. Sembari mulutnya menggumamkan syair lagu lawas….’hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya…’

Mengapa Sudrun bisa senestapa itu? “Nggeblak aku. Bojoku mara-mara njaluk pegat,” akunya sambil tangannya menggenggam selembar kertas panggilan bersidang di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri.

Wajar bila warga Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri ini kebingungan. Selama ini biduk rumah tangganya dengan Mbok Ndewor seperti tak ada masalah. Semuanya serba harmonis. Mbok Ndewor pun selalu bersikap manis.

Tiba-tiba, di tengah ketenangan rumah tangganya, petir itu datang di siang bolong. Enam bulan lalu si istri minta cerai. Tapi, tidak langsung mengatakan ke Sudrun. Melainkan mengirim surat gugatan cerai ke pengadilan agama.

“Tiba-tiba datang panggilan sidang untuk putusan cerai. Aku iki salah apa?” ucapnya bertanya-tanya.

Baca Juga :  Polisi Tangkap Penjual Akik Asal Kampungdalem Berjudi Togel Online

Sudrun dan Mbok Ndewor sudah mengarungi bahtera hidup selama delapan tahun. Selama itu tak ada pertengkaran yang berarti. Kalau cekcok dan selisih paham saja dianggap wajar sebagai suami istri.

Memang, di tiga tahun awal pernikahannya, Mbok Ndewor sempat mengeluh. Tapi penyebabnya bukan soal sikap Sudrun sebagai suami. Lebih dari kekhawatiran karena tiga tahun pertama itu mereka belum dikaruniai momongan.

Keluhan Mbok Ndewor itu terobati di tahun berikutnya. Dia dikaruniai momongan. Tak tanggung-tanggung, langsung kembar dua. Ini yang membuat hati Sudrun juga mongkok, sangat bangga campur girang.

“Mangkane iku, kok mara-mara ana surat panggilan sidang nang omah. Padahal, sakdurunge gak ada apa-apa,” keluh Sudrun.

Ya, selama ini Mbok Ndewor seperti merahasiakan gugatan cerainya. Ketika membuat gugatan dan melayangkannya ke pengadilan, Mbok Ndewor juga tak memberitahu suaminya terlebih dulu.

Panggilan agar Sudrun mendatangi pengadilan juga tak nyampek. Setiap kali surat itu datang, Mbok Ndewor memilih menyembunyikan. Memang, walaupun dia menggugat cerai Mbok Ndewor masih memilih satu rumah dengan suaminya itu.

Baca Juga :  Mengaku Mencuri untuk Bayar Utang

Tak hanya surat panggilan menghadiri sidang pertama saja yang disembunyikan Mbok Ndewor. Panggilan sidang yang berikutnya pun juga sama. Disembunyikan sebelum ketahuan Sudrun.

Sudrun baru tahu bila ada sidang perceraiannya ketika datang surat panggilan kesekian kalinya. “Jarene pas surate teka mesti didelikna. Konangane pas wes meh terakhir,” ucap Sudrun bersungut-sungut.

Ironisnya, saat itu sidang sudah hampir memasuki masa putusan. Dia yang tak tahu apa-apa hanya bisa tercengang ketika hakim mengetok palu tanda menyetujui gugatan istrinya.

“Wong yo wes duwe anak loro, masa kok gak mikir nasibe anak-anak besok piye,”gerutu Sudrun yang memutuskan naik banding pada putusan hakim. (ica/fud)

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/