25.1 C
Kediri
Tuesday, March 21, 2023

Novi Rahman H, Bupati Nonaktif Nganjuk yang Divonis 7 Tahun Penjara

- Advertisement -

Novi Rahman Hidhayat divonis tujuh tahun penjara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Kamis (6/1). Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Kemudian, uang Rp 225 juta yang jadi barang bukti disita. Vonis yang dijatuhkan Novi ini paling berat dibandingkan enam anak buahnya.

ANDHIKA ATTAR.NGANJUK, JP Radar Nganjuk.

Pada Kamis siang (6/1) Novi mengikuti sidang dua kali. Pertama adalah sidang dengan agenda duplik. Setelah penasihat hukum Novi Rahman Hidhayat membacakan duplik atau tanggapan atas jawaban tim jaksa penuntut umum (JPU) tentang pembelaan Novi dan penasihat hukumnya, sidang diskors sekitar dua jam. Kemudian, sekitar pukul 15.00 WIB, sidang dilanjutkan dengan agenda putusan majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta.

Dalam sidang itu, Novi tidak hadir langsung. Dia mengikuti sidang secara virtual di Lapas Sidoarjo. Saat mendengarkan, putusan majelis hakim, Novi terlihat tegang. Apalagi, setelah hakim ketua I Ketut Suarta mengetuk palu dan memutuskan Novi terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Novi hanya terdiam. Putusan tujuh tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan dan uang Rp 225 juta disita membuatnya seperti tersambar petir di siang bolong. Karena itu, hanya lebih ringan dua tahun dari tuntutan JPU. 

Baca Juga :  Eksekusi Rumah dan Tanah di Ngasem Ricuh

Selain Novi, M. Izza Muhtadin, ajudan Novi juga divonis hari itu juga. Bedanya, Izza hanya divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Setelah pembacaan putusan, Novi beserta penasihat hukumnya tidak langsung memutuskan untuk menerima atau banding. Mereka sepakat memilih untuk pikir-pikir. Hal yang sama dilakukan tim JPU. Apa yang dilakukan Novi dan tim JPU juga terjadi di putusan Izza. Mereka sama-sama memilih pikir-pikir. Sehingga, majelis hakim memberi waktu seminggu untuk menentukan sikap apakah mengajukan banding atau menerima putusan itu. “Kami sepertinya akan banding,” ujar Tis’at Afriyandi saat dihubungi wartawan koran ini pada Kamis (7/1).

- Advertisement -

Rencana banding ini sesuai dengan keinginan Novi. Sebelum pembacaan putusan, Novi sempat mengatakan jika dia tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi jual beli jabatan dan pengisian perangkat desa. Dia merasa kasus yang dialaminya ini hanya sebagai ujian. “Gusti Allah mboten sare,” ujarnya saat ditemui wartawan koran ini.

Baca Juga :  Stok Darah Terancam Menipis

Bupati termuda sepanjang sejarah Kabupaten Nganjuk ini optimistis bisa bebas. Karena itu, dia akan terus berjuang di pengadilan untuk membuktikan jika tidak melakukan tindak pidana korupsi jual beli jabatan dan pengisian perangkat desa. “Harus tetap yakin. Karena memang tidak bersalah,” tandasnya.

Karena itulah, upaya banding kemungkinan besar akan ditempuh Novi. Apalagi, lima camat juga melakukan banding setelah hanya divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Selama menjalani penahanan dan persidangan, secara penampilan, Novi sering dikritik oleh istri. Ini karena dia jarang potong rambut. Sehingga, rambutnya terlihat panjang. Berbeda dengan saat dia menjabat sebagai orang nomor satu di Kota Angin. “Tahu rambut saya gondrong langsung disuruh potong. Ya sudah saya turuti saja,” ujarnya sembari tertawa.

- Advertisement -

Novi Rahman Hidhayat divonis tujuh tahun penjara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Kamis (6/1). Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Kemudian, uang Rp 225 juta yang jadi barang bukti disita. Vonis yang dijatuhkan Novi ini paling berat dibandingkan enam anak buahnya.

ANDHIKA ATTAR.NGANJUK, JP Radar Nganjuk.

Pada Kamis siang (6/1) Novi mengikuti sidang dua kali. Pertama adalah sidang dengan agenda duplik. Setelah penasihat hukum Novi Rahman Hidhayat membacakan duplik atau tanggapan atas jawaban tim jaksa penuntut umum (JPU) tentang pembelaan Novi dan penasihat hukumnya, sidang diskors sekitar dua jam. Kemudian, sekitar pukul 15.00 WIB, sidang dilanjutkan dengan agenda putusan majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta.

Dalam sidang itu, Novi tidak hadir langsung. Dia mengikuti sidang secara virtual di Lapas Sidoarjo. Saat mendengarkan, putusan majelis hakim, Novi terlihat tegang. Apalagi, setelah hakim ketua I Ketut Suarta mengetuk palu dan memutuskan Novi terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Novi hanya terdiam. Putusan tujuh tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan dan uang Rp 225 juta disita membuatnya seperti tersambar petir di siang bolong. Karena itu, hanya lebih ringan dua tahun dari tuntutan JPU. 

Baca Juga :  47 Pelanggar Prokes Terjaring Yustisi

Selain Novi, M. Izza Muhtadin, ajudan Novi juga divonis hari itu juga. Bedanya, Izza hanya divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Setelah pembacaan putusan, Novi beserta penasihat hukumnya tidak langsung memutuskan untuk menerima atau banding. Mereka sepakat memilih untuk pikir-pikir. Hal yang sama dilakukan tim JPU. Apa yang dilakukan Novi dan tim JPU juga terjadi di putusan Izza. Mereka sama-sama memilih pikir-pikir. Sehingga, majelis hakim memberi waktu seminggu untuk menentukan sikap apakah mengajukan banding atau menerima putusan itu. “Kami sepertinya akan banding,” ujar Tis’at Afriyandi saat dihubungi wartawan koran ini pada Kamis (7/1).

Rencana banding ini sesuai dengan keinginan Novi. Sebelum pembacaan putusan, Novi sempat mengatakan jika dia tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi jual beli jabatan dan pengisian perangkat desa. Dia merasa kasus yang dialaminya ini hanya sebagai ujian. “Gusti Allah mboten sare,” ujarnya saat ditemui wartawan koran ini.

Baca Juga :  Geliatkan Damarwulan Rafting yang Vakum

Bupati termuda sepanjang sejarah Kabupaten Nganjuk ini optimistis bisa bebas. Karena itu, dia akan terus berjuang di pengadilan untuk membuktikan jika tidak melakukan tindak pidana korupsi jual beli jabatan dan pengisian perangkat desa. “Harus tetap yakin. Karena memang tidak bersalah,” tandasnya.

Karena itulah, upaya banding kemungkinan besar akan ditempuh Novi. Apalagi, lima camat juga melakukan banding setelah hanya divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Selama menjalani penahanan dan persidangan, secara penampilan, Novi sering dikritik oleh istri. Ini karena dia jarang potong rambut. Sehingga, rambutnya terlihat panjang. Berbeda dengan saat dia menjabat sebagai orang nomor satu di Kota Angin. “Tahu rambut saya gondrong langsung disuruh potong. Ya sudah saya turuti saja,” ujarnya sembari tertawa.

Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru

/