23.6 C
Kediri
Wednesday, June 7, 2023

Tak Ingin Dikasihani, Jual Jasa Memijat

Nasib seseorang tidak ada yang pernah tahu. Hal itu pula dialami Parmin. Sejak ditinggal cerai sang istri, ia harus betah berlindung di bawah gubuknya yang tingginya hanya 1,5 meter. Parmin tetap menjalani hidupnya tanpa menengadahkan tangan. Mengandalkan kemampuannya memijat dan menjadi buruh tani.

——————————-

   Tempat tinggal Parmin di Desa Talun, Kecamatan Rejoso mendadak ramai. Siang kemarin (6/9) saat jarum jam baru menunjukkan pukul 13.00, beberapa orang mendatangi gubuknya. Ada dari kepolisian, anggota koramil dan juga tim Tagana Kabupaten Nganjuk. Mereka sengaja mendatangi rumah bapak tiga anak itu untuk melihat kondisinya.

   “Alhamdulillah masih sehat,” kata Parmin kepada tamu-tamunya. Berambut pendek, kulit pria yang mengenakan baju kemeja biru dongker itu tampak mulai mengeriput. Ia tak menduga jika kemarin akan kedatangan tamu yang juga membawa bantuan makanan.

   Lokasi tempat tinggalnya berjarak sekitar 10 meter dari rumah penduduk lainnya. Untuk ke tempatnya, tamu harus melewati jalan setapak dan berdebu. Gubuknya berada di bawah rerimbunan pohon bambu dan pisang. hanya mengenakan celana pendek berwarna cokelat, Parmin saat itu sedang istirahat.

   Di depan rumahnya, ada tempat untuk memasak. Dandang dan perlengkapan masaknya pun bergelantungan di sana. Bahkan tempat mandinya kini sudah tidak ada air. “Kalau mandi numpang di sumur tetangga,” katanya.

Baca Juga :  Targetkan Tiga Hari Bangunan Bisa Terlihat

   Kemarin, Parmin terpaksa menerima tamunya hanya di depan rumah. Ia tak bisa mengajak tamunya masuk ke dalam gubuknya karena tak akan muat untuk orang empat. “Di sini saja tidak apa-apa,” kata Briptu Choirul Anam didampingi Babinsa Ngadiman dan Koordinator Tagana Aries Trio Effendi.

   Tempat tinggal Parmin, benar-benar tidak layak. Selama tiga tahun ini ia menempati rumahnya yang hanya berukuran 2×3 meter dengan tinggi 1,5 meter saja. Perabotan di dalamnya ada dipan tempatnya tidur. Mejanya hanya cukup untuk tempat cangkir dan piring. Sedangkan nasi dan juga lauknya diletakkan di atas kursi. Sisa nasinya masih ada setengah mangkuk. “Hari ini tadi makan tempe,” ucapnya sambil menunjukkan lauknya.

   Di dalam gubuknya itu pula, ada sebuah radio lawas yang selalu ia setel saat malam hari. “Radio ini untuk menemani saat malam hari,” bebernya. Dia pun menceritakan kalau setiap malam pasti mendengarkan wayang sebagai pengantar tidur.

   Meski hanya tinggal di gubuk setinggi 1,5 meter, gubuknya sudah dialiri listrik. “Hanya lampu saja,” katanya. Dia pun dibebani biaya listrik sebesar Rp 20 ribu untuk tiga bulan. Keadaan itu ia jalani selama tiga tahun terakhir sejak dicerai dari istrinya.

Baca Juga :  Promo Khusus! Warkop di Pare Ini Naikkan Harga untuk ASN dan Aparat

   Istri dan anak-anaknya pun sudah meninggalkannya. Kini bapak tiga anak itu tinggal sendiri. Menjalani sisa hidupnya sebatangkara. Meski dalam keterbatasan senyum, pria yang kini menginjak usia 61 tahun itu tampak tulus menjalani hidupnya. Di saat banyak yang miris dengan keadaannya, lelaki yang mudah tersenyum ini malah menganggap perjalanan hidupnya adalah hal yang lumrah.

   “Ini sudah jalan saya,” katanya pasrah. Bahkan Parmin sudah mengikhlaskan istrinya yang pergi meninggalkannya. Kehidupan Parmin sebelumnya tak seperti saat ini. Dulu ketika keluarganya lengkap, rumahnya sangat layak. “Ukurannya 5×11 meter,” kenangnya. Rumah itu habis setelah ia bercerai dengan istrinya Kasinah.

   Pernah merantau sampai ke Kalimantan, ia sudah terbiasa menjalani kehidupan yang pas-pasan. Meski dalam keterbatasan, Parmin tak ingin berpangku tangan dan meminta belas kasihan kepada tetangganya. Kesehariannya ia tetap berkerja. Salah satu yang kini ia tekuni adalah memijat. Terkadang dia juga harus bekerja di sawah orang lain sebagai buruh. 

   Namun katanya lebih banyak mendapat rezeki dari pijat, Parmin tak pernah memasang tarif khusus. “Biasanya saya dikasih Rp 20 ribu atau Rp 25 ribu,” katanya kepada wartawan koran ini. Karena hanya hidup sendiri, baginya uang dari hasil pijat itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Nasib seseorang tidak ada yang pernah tahu. Hal itu pula dialami Parmin. Sejak ditinggal cerai sang istri, ia harus betah berlindung di bawah gubuknya yang tingginya hanya 1,5 meter. Parmin tetap menjalani hidupnya tanpa menengadahkan tangan. Mengandalkan kemampuannya memijat dan menjadi buruh tani.

——————————-

   Tempat tinggal Parmin di Desa Talun, Kecamatan Rejoso mendadak ramai. Siang kemarin (6/9) saat jarum jam baru menunjukkan pukul 13.00, beberapa orang mendatangi gubuknya. Ada dari kepolisian, anggota koramil dan juga tim Tagana Kabupaten Nganjuk. Mereka sengaja mendatangi rumah bapak tiga anak itu untuk melihat kondisinya.

   “Alhamdulillah masih sehat,” kata Parmin kepada tamu-tamunya. Berambut pendek, kulit pria yang mengenakan baju kemeja biru dongker itu tampak mulai mengeriput. Ia tak menduga jika kemarin akan kedatangan tamu yang juga membawa bantuan makanan.

   Lokasi tempat tinggalnya berjarak sekitar 10 meter dari rumah penduduk lainnya. Untuk ke tempatnya, tamu harus melewati jalan setapak dan berdebu. Gubuknya berada di bawah rerimbunan pohon bambu dan pisang. hanya mengenakan celana pendek berwarna cokelat, Parmin saat itu sedang istirahat.

   Di depan rumahnya, ada tempat untuk memasak. Dandang dan perlengkapan masaknya pun bergelantungan di sana. Bahkan tempat mandinya kini sudah tidak ada air. “Kalau mandi numpang di sumur tetangga,” katanya.

Baca Juga :  Korban Rentan Trauma dan Depresi

   Kemarin, Parmin terpaksa menerima tamunya hanya di depan rumah. Ia tak bisa mengajak tamunya masuk ke dalam gubuknya karena tak akan muat untuk orang empat. “Di sini saja tidak apa-apa,” kata Briptu Choirul Anam didampingi Babinsa Ngadiman dan Koordinator Tagana Aries Trio Effendi.

   Tempat tinggal Parmin, benar-benar tidak layak. Selama tiga tahun ini ia menempati rumahnya yang hanya berukuran 2×3 meter dengan tinggi 1,5 meter saja. Perabotan di dalamnya ada dipan tempatnya tidur. Mejanya hanya cukup untuk tempat cangkir dan piring. Sedangkan nasi dan juga lauknya diletakkan di atas kursi. Sisa nasinya masih ada setengah mangkuk. “Hari ini tadi makan tempe,” ucapnya sambil menunjukkan lauknya.

   Di dalam gubuknya itu pula, ada sebuah radio lawas yang selalu ia setel saat malam hari. “Radio ini untuk menemani saat malam hari,” bebernya. Dia pun menceritakan kalau setiap malam pasti mendengarkan wayang sebagai pengantar tidur.

   Meski hanya tinggal di gubuk setinggi 1,5 meter, gubuknya sudah dialiri listrik. “Hanya lampu saja,” katanya. Dia pun dibebani biaya listrik sebesar Rp 20 ribu untuk tiga bulan. Keadaan itu ia jalani selama tiga tahun terakhir sejak dicerai dari istrinya.

Baca Juga :  Motret Boleh, Berlebihan Jangan

   Istri dan anak-anaknya pun sudah meninggalkannya. Kini bapak tiga anak itu tinggal sendiri. Menjalani sisa hidupnya sebatangkara. Meski dalam keterbatasan senyum, pria yang kini menginjak usia 61 tahun itu tampak tulus menjalani hidupnya. Di saat banyak yang miris dengan keadaannya, lelaki yang mudah tersenyum ini malah menganggap perjalanan hidupnya adalah hal yang lumrah.

   “Ini sudah jalan saya,” katanya pasrah. Bahkan Parmin sudah mengikhlaskan istrinya yang pergi meninggalkannya. Kehidupan Parmin sebelumnya tak seperti saat ini. Dulu ketika keluarganya lengkap, rumahnya sangat layak. “Ukurannya 5×11 meter,” kenangnya. Rumah itu habis setelah ia bercerai dengan istrinya Kasinah.

   Pernah merantau sampai ke Kalimantan, ia sudah terbiasa menjalani kehidupan yang pas-pasan. Meski dalam keterbatasan, Parmin tak ingin berpangku tangan dan meminta belas kasihan kepada tetangganya. Kesehariannya ia tetap berkerja. Salah satu yang kini ia tekuni adalah memijat. Terkadang dia juga harus bekerja di sawah orang lain sebagai buruh. 

   Namun katanya lebih banyak mendapat rezeki dari pijat, Parmin tak pernah memasang tarif khusus. “Biasanya saya dikasih Rp 20 ribu atau Rp 25 ribu,” katanya kepada wartawan koran ini. Karena hanya hidup sendiri, baginya uang dari hasil pijat itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/