24.5 C
Kediri
Monday, March 27, 2023

– Starbucks –

- Advertisement -

Sayangnya di Kota Kediri belum ada Starbucks.

Seorang kawan dari Surabaya baru-baru ini menginformasikan kepada saya, sudah ada investor yang berancang-ancang akan buka Starbucks di Kota Kediri. Katanya mereka sudah survei lokasi. Dan katanya sudah ada tiga tempat  yang dianggap layak.

Jika memang benar Starbucks akan dibuka di Kota Kediri, bisa jadi, ini adalah implikasi dari adanya Bandara di Kediri yang dijadwalkan akan beroperasi paling cepat 2 tahun lagi. Dan bisa jadi, ini juga implikasi dari akan dibangunnya tol Kertosono-Kediri, sehingga jarak antara Surabaya dan Kediri akan menjadi lebih pendek.

Presiden Joko Widodo pernah mengatakan di acara Pameran World Franchise Summit Indonesia lima tahun lalu di JCC Jakarta, jika suatu kota  sudah ada Starbucks-nya, bisa dikatakan  kota itu punya citra kelas internasional. Artinya, keberadaan Starbucks di sebuah kota bisa menjadi indikator kemajuan di kota itu.

Mengapa? Karena harga segelas kopi di Starbucks termasuk mahal. Rata-rata sekitar Rp 60-an ribu. Target dari Starbucks adalah mereka yang berada di level kelas menengah ke atas. Di mana meminum kopi bukan lagi hanya menjadi ajang untuk memenuhi kebutuhan saja. Melainkan juga ajang ngobrol dengan teman ataupun kolega. Itulah mengapa mereka membuat tempat yang sangat nyaman.

- Advertisement -

Ketika sebuah kota terdapat Starbucks lebih dari satu lokasi, dan semuanya ramai, bisa dikatakan berarti kelas menengah di kota itu cukup banyak. Dan ini merupakan indikator kemajuan sebuah kota.

Baca Juga :  BPBD Kabupaten Kediri Belum Siapkan Tenda Darurat

Menurut Asian Development Bank (ADB), yang disebut kelas menengah adalah mereka yang punya pengeluaran mulai dari USD 2- USD 20 per harinya (antara Rp 29 ribu – Rp 290 ribu).

Mengapa keberadaan kelas menengah menjadi penting bagi pertumbuhan sebuah kawasan? Karena kelas menengah dianggap mampu untuk turut menyumbang iuran kesehatan, pajak, dan aneka retribusi ke dalam anggaran pembelanjaan daerah.

Mengutip dari buku: “8 Wajah Kelas Menengah” yang ditulis Yuswohady dan Kemal E. Gani, setidaknya ada 8 jenis kelas menengah: Pertama, the aspirator. Mereka ini adalah orang-orang yang menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Biasanya adalah sosok berpendidikan yang idealis, punya keahlian tertentu, dan punya tujuan hidup ke depan. Serta punya perhatian besar terhadap bidang tertentu secara khusus.

Kedua, the performer. Mereka adalah para pengusaha. Dan dekat dengan teknologi karena sering menggunakannya. Ketiga, the expert. Mereka ini adalah yang suka meningkatkan keterampilannya, sehingga akhirnya mereka disebut sebagai para pakar. Kelompok ini tidak pernah lelah belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Yang masuk dalam kelompok ini di antaranya: pengacara, dokter, ahli finansial, dan lain-lain.

Keempat, the climber. Yang masuk dalam kelompok ini di antaranya para pekerja kantoran, pekerja pabrik, dan sales. Mereka bekerja tidak hanya untuk diri sendiri, tapi kebanyakan untuk kebutuhan keluarganya. Untuk kemapanan keluarganya. Mereka ini punya kecenderungan mudah berpindah pekerjaan demi mendapatkan gaji yang lebih besar di tempat baru.

Baca Juga :  Demi Combre Cari sampai Lereng Gunung

Kelima, the trend-setter. Mereka ini adalah orang-orang yang memberikan inspirasi untuk gaya hidup. Gaya hidup mereka sering dianggap sempurna oleh para pengikutnya. Keenam, the follower. Adalah orang-orang yang kinerjanya dipengaruhi oleh lingkungan. Mereka cenderung menjadi pengikut trend-setter. Kebanyakan adalah dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang belum memiliki gaji sendiri. Mereka ini punya kelebihan cukup up to date terhadap informasi terbaru. Dan juga sangat mahir dalam memanfaatkan teknologi.

Ketujuh, The Flow-er. Kelompok ini kurang memahami perkembangan teknologi. Kebanyakan adalah para PNS (pegawai negeri sipil) dan ibu rumah tangga.  Dan kedelapan, The Settler. Yang masuk dalam kelompok ini adalah para pedagang yang berhasil. Mereka bisa berdagang karena dukungan keluarga. Misalnya gara-gara mendapat warisan. Kelompok ini biasanya sudah merasa cukup dengan penghasilannya dan tidak berjuang lebih keras untuk bisa keluar dari zona nyaman.

Nah, kebayangkan, jika di Kota Kediri ada Starbucks? Maka, akan ada tempat ngumpul sambil ngopi bagi para kelas menengah itu. Baik kelas menengah yang tinggal di Kota Kediri, maupun yang sedang berada di Kota Kediri. Anda termasuk yang menunggu Starbucks? (kritik dan saran:ibnuisrofam@gmail.com/IG:kum_jp)

- Advertisement -

Sayangnya di Kota Kediri belum ada Starbucks.

Seorang kawan dari Surabaya baru-baru ini menginformasikan kepada saya, sudah ada investor yang berancang-ancang akan buka Starbucks di Kota Kediri. Katanya mereka sudah survei lokasi. Dan katanya sudah ada tiga tempat  yang dianggap layak.

Jika memang benar Starbucks akan dibuka di Kota Kediri, bisa jadi, ini adalah implikasi dari adanya Bandara di Kediri yang dijadwalkan akan beroperasi paling cepat 2 tahun lagi. Dan bisa jadi, ini juga implikasi dari akan dibangunnya tol Kertosono-Kediri, sehingga jarak antara Surabaya dan Kediri akan menjadi lebih pendek.

Presiden Joko Widodo pernah mengatakan di acara Pameran World Franchise Summit Indonesia lima tahun lalu di JCC Jakarta, jika suatu kota  sudah ada Starbucks-nya, bisa dikatakan  kota itu punya citra kelas internasional. Artinya, keberadaan Starbucks di sebuah kota bisa menjadi indikator kemajuan di kota itu.

Mengapa? Karena harga segelas kopi di Starbucks termasuk mahal. Rata-rata sekitar Rp 60-an ribu. Target dari Starbucks adalah mereka yang berada di level kelas menengah ke atas. Di mana meminum kopi bukan lagi hanya menjadi ajang untuk memenuhi kebutuhan saja. Melainkan juga ajang ngobrol dengan teman ataupun kolega. Itulah mengapa mereka membuat tempat yang sangat nyaman.

Ketika sebuah kota terdapat Starbucks lebih dari satu lokasi, dan semuanya ramai, bisa dikatakan berarti kelas menengah di kota itu cukup banyak. Dan ini merupakan indikator kemajuan sebuah kota.

Baca Juga :  Intel Satpol kok Nilang Montor...

Menurut Asian Development Bank (ADB), yang disebut kelas menengah adalah mereka yang punya pengeluaran mulai dari USD 2- USD 20 per harinya (antara Rp 29 ribu – Rp 290 ribu).

Mengapa keberadaan kelas menengah menjadi penting bagi pertumbuhan sebuah kawasan? Karena kelas menengah dianggap mampu untuk turut menyumbang iuran kesehatan, pajak, dan aneka retribusi ke dalam anggaran pembelanjaan daerah.

Mengutip dari buku: “8 Wajah Kelas Menengah” yang ditulis Yuswohady dan Kemal E. Gani, setidaknya ada 8 jenis kelas menengah: Pertama, the aspirator. Mereka ini adalah orang-orang yang menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Biasanya adalah sosok berpendidikan yang idealis, punya keahlian tertentu, dan punya tujuan hidup ke depan. Serta punya perhatian besar terhadap bidang tertentu secara khusus.

Kedua, the performer. Mereka adalah para pengusaha. Dan dekat dengan teknologi karena sering menggunakannya. Ketiga, the expert. Mereka ini adalah yang suka meningkatkan keterampilannya, sehingga akhirnya mereka disebut sebagai para pakar. Kelompok ini tidak pernah lelah belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Yang masuk dalam kelompok ini di antaranya: pengacara, dokter, ahli finansial, dan lain-lain.

Keempat, the climber. Yang masuk dalam kelompok ini di antaranya para pekerja kantoran, pekerja pabrik, dan sales. Mereka bekerja tidak hanya untuk diri sendiri, tapi kebanyakan untuk kebutuhan keluarganya. Untuk kemapanan keluarganya. Mereka ini punya kecenderungan mudah berpindah pekerjaan demi mendapatkan gaji yang lebih besar di tempat baru.

Baca Juga :  Marak, Pecinan Kota Kediri Jadi Lokasi Favorit Penghobi Fotografi

Kelima, the trend-setter. Mereka ini adalah orang-orang yang memberikan inspirasi untuk gaya hidup. Gaya hidup mereka sering dianggap sempurna oleh para pengikutnya. Keenam, the follower. Adalah orang-orang yang kinerjanya dipengaruhi oleh lingkungan. Mereka cenderung menjadi pengikut trend-setter. Kebanyakan adalah dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang belum memiliki gaji sendiri. Mereka ini punya kelebihan cukup up to date terhadap informasi terbaru. Dan juga sangat mahir dalam memanfaatkan teknologi.

Ketujuh, The Flow-er. Kelompok ini kurang memahami perkembangan teknologi. Kebanyakan adalah para PNS (pegawai negeri sipil) dan ibu rumah tangga.  Dan kedelapan, The Settler. Yang masuk dalam kelompok ini adalah para pedagang yang berhasil. Mereka bisa berdagang karena dukungan keluarga. Misalnya gara-gara mendapat warisan. Kelompok ini biasanya sudah merasa cukup dengan penghasilannya dan tidak berjuang lebih keras untuk bisa keluar dari zona nyaman.

Nah, kebayangkan, jika di Kota Kediri ada Starbucks? Maka, akan ada tempat ngumpul sambil ngopi bagi para kelas menengah itu. Baik kelas menengah yang tinggal di Kota Kediri, maupun yang sedang berada di Kota Kediri. Anda termasuk yang menunggu Starbucks? (kritik dan saran:ibnuisrofam@gmail.com/IG:kum_jp)

Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru

/