Petani brambang di Nganjuk semakin merana di akhir tahun 2021. Keinginan untuk meraup untung besar lenyap. Karena harga brambang di pasar terus mengalami penurunan. Bahkan, harga brambang di tingkat petani tahun ini menjadi yang terendah.
“Satu kilogram brambang hanya Rp 5 ribu-Rp 7 ribu,” keluh Prayitno, petani brambang asal Desa Gemenggeng, Kecamatan Bagor kemarin. Padahal, biasanya harga brambang tidak pernah kurang dari Rp 10 ribu per kilogramnya. Namun, sekarang jauh di bawah 10 ribu.
Menurut Prayitno, penurunan harga brambang terjadi sejak Agustus lalu. Hampir setiap hari, harga brambang mengalami penurunan. Hingga, akhirnya menyentuh angka Rp 5 ribu. “Harga brambang Rp 5 ribu per kilogram ini menjadi yang terendah sejak 2001,” ungkapnya.
Pria berusia 62 rahun ini mengatakan, kondisi harga brambang yang hancur ini tidak membuat petani ingin untung. Mereka hanya berpikir bagaimana agar tidak rugi terlalu besar dan mencari pinjaman modal untuk tanam brambang lagi. Karena dengan harga di bawah Rp 10 ribu, petani sudah sulit untuk bisa balik modal.
Senada dengan Prayitno, Yono, petani yang berasal dari Desa Mojorembun, Kecamatan Rejoso mengaku pasrah dengan harga brambang yang hancur tahun ini. Karena harga Rp 5 ribu itu adalah harga brambang dengan kualitas baik. Sedangkan, jika kualitas kurang baik maka harganya bisa di bawahnya. “Hanya laku Rp 2 ribu per kilogram jika kualitas brambangnya jelek,” keluhnya.
Menurut Yono, ada banyak penyebab bawang merah di wilayah Nganjuk anjlok. Penyebab utamanya adalah stok brambang di pasar melimpah. Selain itu, kualitas bawang merah yang jelek karena terkena hujan. “Daerah lain juga sedang panen raya brambang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Nganjuk Judi Ernanto mengatakan, kualitas bawang merah yang tidak bagus karena saat ini banyak jamur yang menyerang. “Jamur di brambang akan muncul jika hujan,” ujarnya.